Phobia Naik KA

Senja itu, hatiku gundah. Selalu saja begini setiap menatap kereta ketika hendak bepergian. Bahkan sejak melangkah menuju stasiun, gundah itu seperti palu godam di kakiku. Aahh…Kian berat ketika mendekati stasiun. Dan pasti, dadaku akan sesak tak tertahankan. Begitu menginjak kereta, dadaku semakin sesak. Sepanjang perjalanan kereta yang seharusnya bisa kunikmati, aku rasakan menjelma belenggu yang membuat badanku bergetar.

Situasi jiwa seperti ini puluhan tahun kualami. Usiaku sekarang 62 tahun. Aku biasa bepergian Surabaya — Jakarta menumpang kereta senja.

“Sangat mengganggu. Gundah. Gak tahu.”

Hanya itu jawaban yang aku berikan setiap ada orang yang tanya kebiasaanku itu. Aku tidak bisa memberikan keterangan lebih rinci. Pokoknya gak enak. Titik.

Aku melakukan perjalanan ini demi cucuku. Cucu yang selalu membuatku rindu. Kerinduan yang tidak pernah aku tukar dengan apapun, kecualj bertemu. Yah, bertemu, menyimak wajahnya, mengamati tingkahnya. Itu surga dunia bagiku. Nikmat!

Tapi, setiap kali kerinduan itu datang, selalu disusul oleh kegundahan yang sangat dan menyesakkan. Sudah berbagai terapi aku jalani, tapi hasilnya, tidak jauh dari sebelumnya. Gundah itu tetap setia menemaniku. Kereta tetap menjadi barang yang sepertinya, sepanjang hidup ingin kujauhi. Tapi itu mustahil, karena aku harus melakukan perjalanan kereta minimal sebulan sekali untuk memastikan cucuku aman di seberang sana. Pilihan yang tidak dapat tertolak. Sedang untuk naik pesawat, aku tak begitu tertarik.

Mencari cara untuk mengusir gundah, menjadi pekerjaan kedua setelah kerja yang sesungguhnya. Olok-olok anggota keluarga akan kegundahan itu, cukup membuatku tak nyaman.

“Wong master Reiki kok takut kereta. Ayo, kereta aja kok takut.” Begitu biasa orang ngomong.

Hingga akhirnya, awal tahun 2007, tanpa sengaja aku mendengarkan siaran di radio swasta di Surabaya tentang SEFT. Ilmu baru mengusir berbagai keluhan emosi. Setelah ikut pelatihan, aku mempraktekkannya untuk mengatas ketakutanku.

Ternyata ilmu baru ini, dengan ijin Tuhan cukup membantuku Meski masih tak enak, setidaknya kereta tak lagi menjadi barang yang menakutkan. Dan kebiasaan baruku adalah melakukan tapping sejak keluar rumah, dalam kereta di sepanjang perjalanan dan sampai tujuan. Yah, mungkin memang ilmu ini jalan kesembuhanku Terimakasih Tuhan.

Sore itu, aku menuju Jakarta dilepas seorang kawan, sesama SEFTeR di tepi kereta senja. Kami berpisah sambil saling memberi bekal senyum. “Ati-ati.”

Kegelisahan itu tetap masih ada. Aku juga masih tegang. Tapi sudah sangat jauh berkurang. Apalagi perlahan, aku mulai bisa mendeteksi apa sebenarnya yang membuatku takut kereka. Sebenarnya bukan hanya kereta dan perjalanan yang membuatku takut, tapi lebih pada aku harus meninggalkan rumah dalam waktu yang lama. Jadi kalau sudah di Surabaya, khawatir dengan yang di Jakarta dan kalau sudah sampai Jakarta, khawatir dengan yang di Surabaya. Semoga akan benar-benar sembuh. Amin.

Zulkifli

Set Up:

Ya Allah, meskipun hati saya gelisah karena akan menumpang kereta senja karena saya harus menjenguk cucu di Jakarta dan meninggalkan istri di Surabaya, tapi saya ikhlas dengan kegelisahan hati saya, dan saya pasrahkan ketenangan hati saya sepenuhnya, kepada-Mu.

Sumber: Negri Para Sefter

1 thought on “Phobia Naik KA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.