SITI NURFIAH | 120 Jakarta
Bojonegoro
Sebenarnya, saya ikut SEFT karena terus-menerus didesak anak saya. Berulang kali, anak saya meminta saya ikut pelatihan SEFT. Ketika saya tanya harganya, saya kaget karena menurut saya waktu itu termasuk mahal. Namun herannya, anak saya sepertinya sangat antusias sekiranya saya bisa ikutan pelatihan. Dia bilang, saya tidak perlu memikirkan soal biaya. Saya tambah heran, sampai anak saya bela-belain bayarin saya.
Sayangnya, selama mengikuti pelatihan SEFT tersebut, saya malah tidak paham sama sekali dengan materi yang diberikan. Mungkin karena sebelumnya saya belum pernah diperkenalkan lebih dulu materinya. Saat itu, karena capek saya diserang kantuk sehingga saya hanya mampu memahami 60% saja dari materi yang diberikan.
Di antara materi yang kemudian saya terapkan adalah berbagi dengan sesama yang membutuhkan dan menapping sehari minimal dalam sehari satu orang.
Salah satu pengalaman menarik saya, di antaranya ketika menerapi teman saya. Ia mengidap diabetes. Karena diabetes itu, dia terbaring lemes dan badannya panas. Sebelum saya terapi, saya tekankan bahwa dia tak perlu percaya sama saya yang menerapi. Tapi, percaya kepada Allah dan memasrahkan kesembuhan pada-Nya.
Setelah saya terapi, saya tanya dia. Apakah ada perkembangan yang positif. Ternyata tidak ada pengaruh sama sekali. Saya pun mencoba menggali akar masalah yang mungkin sedang ia alami. Dia cerita, jika dirinya sedang ada masalah dengan menantunya. Berdasarkan akar masalah tersebut, kembali saya terapi. Dalam proses dua putaran, pengaruhnya baru terasa. Ia bilang merasa merinding. Namun, saya bersyukur karena saya cek sudah tak panas lagi. Dia yang awalnya hanya berbaring mulai bisa bangun, bahkan mengantar saya keluar untuk pulang.
subhanallah… (harun)